Nasrudin berlalu, dan dua minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nasrudin menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya.
Si keledai menatap buku itu, dan tak lama kemudian membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. setelah itu si keledai menatap Nasrudin.
"Demikianlah," kata Nasrudin," keledaiku sudah bisa membaca."
Timur Lenk heran," Bagaimana caramu mengajari dia membaca?"
Nasrudin berkisah, " Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul membalik-balik halaman buku dengan benar."
"Tapi," tukas Timur Lenk tidak puas," Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?"
Nasrudin menjawab ," Memang demikianlah cara keledai membaca, hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti artinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai bukan?"
Sumber:Majalah ar-risalah edisi 88